Hukum Taruhan Dalam Agama Islam

Hukum Taruhan Dalam Agama Islam

Mandub atau sunnah

Hukum Islam mandub secara bahasa artinya mad'u (yang diminta) atau yang dianjurkan. Beberapa literatur dan pendapat para ulama, pengertian mandub disejajarkan dengan sunnah.

"Sunnah dalam hukum Islam berarti tuntutan untuk melakukan suatu perbuatan karena perbuatan yang dilakukan dipandang baik dan sangat disarankan untuk dilakukan," tulis Iwan Hermawan.

Orang yang melaksanakan berhak mendapat ganjaran, namun tidak akan meninggalkan dosa bila ditinggalkan. Pembagian hukum sunnah berdasarkan tuntutan untuk melakukannya di antaranya,

Hukum Islam selanjutnya adalah makruh. Makruh secara bahasa artinya mubghadh (yang dibenci). Jumhur ulama mendefinisikan makruh sebagai larangan terhadap suatu perbuatan. Namun, larangan tidak bersifat pasti, lantaran tidak ada dalil yang menunjukkan haramnya perbuatan tersebut.

Artinya, orang yang meninggalkan larangan tersebut akan mendapat ganjaran berupa pahala. Sebaliknya, orang tersebut tidak akan mendapat apa-apa bila tidak meninggalkannya.

Para ulama membagi makruh ke dalam dua bagian, yakni:

Hukum mubah memberikan pilihan bagi seseorang untuk mengerjakan atau meninggalkannya. Bila dikerjakan, orang tersebut tidak dijanjikan ganjaran pahala. Tetapi, tidak pula dilarang dalam mengerjakannya.

"Sesuatu yang mubah itu selama bersifat mubah, tidak menyebabkan adanya pahala atau siksa," tulis Iwan Hermawan.

Ulama ushul fiqih membagi mubah dalam tiga jenis, di antaranya:

Hukum Islam yang terakhir adalah haram. Secara terminologi, haram adalah sesuatu yang dilarang Allah SWT dan rasulNya. Orang yang melanggar dianggap durhaka dan diancam dengan dosa, sementara orang yang meninggalkannya dijanjikan pahala.

Menurut madzhab hanafi, hukum haram harus didasarkan dalil qathi yang tidak mengandung keraguan sedikitpun. Sehingga kita tidak mempermudah dalam menetapkan hukum haram.

Ada beberapa jenis haram yang dikelompokkan oleh jumhur ulama, yaitu:

Itu dia beberapa jenis hukum Islam yang terbagi ke dalam 5 kategori. Semoga bermanfaat ya.

Perjalanan rumah tangga tidak pernah lepas dari masalah dan perdebatan. Sering kali dalam menghadapi konflik yang terjadi, secara tidak sadar kita mengucap kalimat di luar kata-kata yang diharapkan akibat dibalut rasa emosi. Bahkan, tidak jarang muncul kata-kata yang menghina ketika sedang bertengkar.

Padahal, sepasang suami istri diharuskan saling memahami satu sama lain untuk mencapai rumah tangga yang harmonis. Sikap saling menyakiti haruslah dihindari, bukan hanya secara fisik melainkan juga melalui verbal atau ucapan. Dalam agama Islam pun, seorang suami dilarang untuk menghina istrinya, begitu pula sebaliknya.

Untuk lebih jelas memahaminya berikut ini Popbela merangkum dari berbagai sumber, informasi mengenai hukum suami menghina istri dalam agama islam.

Ada berapa jenis hukum dalam agama Islam?

Jumhur ulama membaginya menjadi lima jenis, berikut penjelasannya,

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Secara bahasa, wajib adalah saqith (jatuh, gugur) dan lazim (tetap). Artinya, wajib merupakan suatu perintah yang harus dikerjakan, di mana orang yang meninggalkannya akan mendapat dosa.

Hukum wajib terbagi menjadi empat jenis berdasarkan bentuk kewajibannya, yakni kewajiban waktu pelaksanaannya, kewajiban bagi orang melaksanakannya, kewajiban bagi ukuran atau kadar pelaksanaannya, dan kandungan kewajiban perintahnya.

- Wajib muthlaq, wajib yang tidak ditentukan waktu pelaksanaannya. Seperti, meng-qadha puasa Ramadhan yang tertinggal atau membayar kafarah sumpah.

- Wajib muaqqad, wajib yang pelaksanaannya ditentukan dalam waktu tertentu dan tidak sah dilakukan di luar waktu yang ditentukan.

- Wajib aini, kewajiban secara pribadi yang tidak mungkin dilakukan atau diwakilkan orang lain. Misalnya, puasa dan sholat.

- Wajib kafa'i atau kifayah, kewajiban bersifat kelompok apabila tidak seorang pun melakukannya maka berdosa semuanya dan jika beberapa melakukannya maka gugur kewajibannya. Contohnya, sholat jenazah.

- Wajib muhaddad, kewajiban yang harus sesuai dengan kadar yang sesuai ketentuan, contohnya zakat.

- Wajib ghairu muhaddad, kewajiban yang tidak ditentukan kadarnya, misalnya menafkahi kerabat.

- Wajib mu'ayyan, kewajiban yang telah ditentukan dan tidak ada pilihan lain. Contohnya, membayar zakat dan sholat lima waktu.

- Wajib mukhayyar, kewajiban yang objeknya boleh dipilih antara beberapa alternatif. Seperti, kafarat pelanggaran sumpah.

Dalil yang memerintahkan suami berbuat baik kepada istri

Selain memiliki fungsi untuk menemani istri menanggung bebannya, suami juga dianjurkan untuk bersikap baik kepada istri. Hal ini sudah dijelaskan dalam banyak dalil, di antaranya:

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku” (HR. At-Tirmidzi)

Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suami-nya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz[1] , hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar.  - (QS. An-Nisaa’: 34)

“Barang siapa menggembirakan hati istrinya, maka seakan-akan ia menangis takut kepada Allah. Barang siapa menangis karena takut kepada Allah, maka Allah mengharamkan tubuhnya masuk neraka. Sesungguhnya ketika suami istri saling memperhatikan, maka Allah akan memperhatikan mereka berdua dengan penuh rahmat. Saat suami memegang telapak tangan istri, maka bergugurlah dosa-dosa suami istri itu lewat sela-sela jari mereka.” (Diriwayatkan dari Maisarah bin Ali)

Orang-orang yang menyakiti mu’min laki-laki dan mu’min perempuan tanpa perbuatan yang mereka lakukan, Maka sesungguhnya mereka telah menanggung kebohongan dan dosa yang nyata. - (QS. Al-Ahzab:84)

Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. - (QS. Ali Imran:159)

Itulah penjelasan mengenai hukum suami menghina istri dalam agama Islam. Semoga bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua, terutama kamu yang sedang menjalani kehidupan rumah tangga atau mungkin sedang menuju ke arah sana.

Muslim Terkini.com - Ulasan berikut akan menyajikan hukum taruhan tanpa uang dalam Islam, disajikan dalam bentuk artikel yang akan membahas tentang hukum taruhan tanpa uang boleh atau tidak dalam pandangan Islam.

Acapkali kita melihat di tengah- tengah masyarakat praktek taruhan, baik taruhan yang bersifat bersyarat atau pun hanya sekedar permainan saja.

Bagaimana Islam memandang sebuah taruhan yang tidak berisikan syarat tertentu atau tanpa ada permainan uang di taruhan tersebut ?

Mari kita simak penjelasan berikut yang kami nukil dari pandangan para ulama yang menyebutkan taruhan dengan bahasa agama yakni (maysir).

Baca Juga: Surat Al Baqarah Ayat 219 Arab Latin dan Artinya, Tentang Teka Teki Meminum Khamar dan Judi

Bismillahirrahmanirrahim

BAGAIMAN HUKUM TARUHAN TANPA UANG DALAM ISLAM?

Islam memandang taruhan dengan bahasa Alquran yakni ميسر ( taruhan/ permainan)yang kata tersebut langsung Allah SWT yang menyebutnya dalam surat Al Maidah ayat 90.

Taruhan adalah sesuatu kegiatan dimana saja dan bersepakat diantar keduanya, untuk menentukan menang dan kalah.

Baca Juga: Taruhan dalam Pertandingan Sepak Bola Hukumnya Berdasarkan Alquran Hadits dan Ulama, Ternyata Begini

Berikut pendapat para Ulama menyikapi masalah taruhan (maysir):

Ibnu Utsaimin mengatakan, “Karena engkau dihadapkan pada pilihan antara untung ataukah tidak rugi, maka tidak ada taruhan (qimar) di dalamnya.” (Liqa’ al-Bab al-Maftuh: 201/30, Maktabah Syamilah).

Al-Majma’ al-Fikih al-Islami, mengatakan : “Setiap peserta dihadapkan kepada dua pilihan, untung dengan mendapatkan hadiah atau rugi karena kehilangan uang yang telah diserahkan, inilah tolak ukur taruhan yang haram.” (Taudhih al-Ahkam: 4/351) Imam Malik berkata, “Maisir itu ada dua macam,

1. Maysir lahwi (maisir berupa permainan)

2. Maysir qimar (maisir berupa taruhan)

Suami memiliki fungsi sebagai qowwam

Dalam suatu kajian ceramah, ustadzah Umi Makki juga mencoba menjelaskan perihal pertanyaan bagaimana hukum suami yang menghina istrinya.

Ia menyebut bahwa salah satu fungsi suami itu adalah “Ar-rijālu qawwāmụna 'alan-nisā” seperti penggalan surat An-nisa ayat 34 yang artinya, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan...”

Namun, artinya di sini bukan hanya laki-laki lebih kuat atau lebih berkuasa, melainkan salah satu fungsi dari laki-laki adalah untuk menanggung semua beban yang ada pada pundak istri.

"Ketika melihat istrinya merasa tertekan jadilah penenang hati penyejuk jiwa. Ketika melihat istrinya tidak percaya diri, angkatlah derajatnya,” jelas ustadzah Umi Makki.

Ia juga menyebut bahwa ketika laki-laki sudah menghina istrinya, maka ia sudah menghilangkan fungsi dirinya sendiri sebagai laki-laki.

Suami tidak boleh semena-mena terhadap istri

Keharmonisan dalam rumah tangga bisa didapat jika kedua belah pihak mau untuk bekerja sama untuk saling menghargai. Bukan hanya rasa cinta yang dibutuhkan tetapi juga saling memahami agar terhindar dari kejadian saling merendahkan. Maka, hukum suami menghina istri dalam agama islam sudah diatur Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 19 yang artinya:

“Dan bergaullah dengan mereka menurut cara yang patut. Jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan kebaikan yang banyak padanya.”

Maksud bergaul dalam ayat di atas adalah mengacu pada sesuatu yang disebut interaksi. Jadi, Allah sudah memerintahkan kaum laki-laki untuk bisa menghargai dan berkomunikasi dengan perempuan dengan cara yang selayaknya. Kalaupun ada hal-hal yang tidak disukai, maka lebih baik bersabar. Sebab, Allah-lah yang maha tahu segalanya.

Segi Tegas dan Tidaknya Perkataan yang Diucapkan

Berikut ini ada beberapa macam-macam talak berdasarkan segi tegas dan tidaknya perkataan yang diucapkan yang perlu anda ketahui, diantaranya.

Macam-macam talak ini diucapkan dengan kata-kata yang belum jelas makna dan artinya. Contohnya yaitu, “Aku sudah tidak tahan untuk hidup denganmu lagi.”

Sebaliknya, Macam-macam talak ini sudah mengandung kata-kata yang jelas makna dan tujuannya, yakni untuk menceraikan sang istri. Contohnya yaitu, “Saya ingin bercerai denganmu.”

Berikut ini ada beberapa macam-macam talak berdasarkan segi jumlah yang perlu anda ketahui, diantaranya.

Talak yang pertama kali dijatuhkan sang suami kepada istri.

Talak dua adalah macam-macam talak yang dijatuhkan sang suami kepada istri untuk yang kedua kali ataupun untuk yang pertama kalinya dengan dua talak secara langsung.

Talak tiga adalah macam-macam talak yang dijatuhkan sang suami kepada istri untuk yang ketiga kalinya. Selain itu, penyebutan talak tiga juga dapat terjadi ketika sang suami menyebut talak tiga untuk yang pertama kalinya.

Segi Keadaan Istri

Berikut ini ada beberapa macam-macam talak berdasarkan segi keadaan istri yang perlu anda ketahui, diantaranya.

Macam-macam talak ini adalah talak yang diucapkan sang suami kepada istri yang pernah digaulinya pada saat sedang haid dan dalam keadaan suci.

Talak sunny adalah macam-macam talak yang diucapkan sang suami kepada istri yang pernah digauli dan pada saat itu kondisi sang istri dalam keadaan suci dan pada waktu suci belum digauli, sedang hamil dan jelas kehamilannya.

Segi Langsung Tidaknya Menjatuhkan Talak

Berikut ini ada beberapa macam-macam talak berdasarkan segi langsung tidaknya menjatuhkan talak yang perlu anda ketahui, diantaranya.

Talak muallaq adalah talak yang memiliki syarat tertentu, yakni dapat dijatuhkan apabila syarat yang disebutkan sang suami terwujud. Contohnya yakni jika sang suami mengatakan, “Kau akan tertalak jika kau meninggalkan satu kali ibadah wajibmu.” dan sang istri benar-benar telah meninggalkan ibadah wajib.

Islam menjaga dan memuliakan perempuan

Dalam Islam, perempuan itu adalah sosok yang sangat dimuliakan dan ditinggikan kedudukannya, seperti sabda Rasulullah berikut:

Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik terhadap istriku. - (HR. At-Tirmidzi)

Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. dalam suatu kajiannya juga menjelaskan bahwa Nabi Muhammad selalu memperlakukan istri-istrinya dengan sangat baik. “Nabi Muhammad SAW ketika ribut dengan istrinya, beliau tidak pernah merendahkan Aisyah. Bahkan, beliau meminta maaf padanya. Untuk itu, kalau nabi seperti itu, maka ketika suami melihat kesalahannya istri, lihatlah ia sebagai perempuan yang banyak kekurangan, maka sempurnakan dirinya,” Jelasnya.

Dari apa yang diajarkan Islam dan kisah Nabi ini, sudah menjadi bukti yang nyata bahwasanya perempuan layak untuk dihargai. Suami yang baik dan memiliki pandangan luas tentu tidak mungkin merendahkan istrinya baik secara umum atau pribadi.

Pernikahan dalam Islam adalah salah satu institusi yang paling penting dalam kehidupan umat Muslim. Menurut ajaran Islam, pernikahan dianggap sebagai ikatan suci antara seorang pria dan seorang wanita yang saling mencintai dan ingin membangun kehidupan bersama. Dalam artikel ini, kita akan membahas beberapa aspek hukum pernikahan dalam Islam.

Sebelum menikah, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh calon suami dan istri dalam Islam. Pertama-tama, keduanya harus memiliki kemampuan untuk menikah. Hal ini berarti bahwa mereka harus memiliki kesehatan yang cukup, kecukupan ekonomi, dan kemampuan mental dan emosional untuk menjalani kehidupan pernikahan.

Selain itu, dalam Islam, seorang pria dapat menikah dengan wanita Muslim, wanita Yahudi atau Kristen yang hidup dalam lingkungan Islam atau agama lain yang diakui oleh Islam. Namun, seorang wanita Muslim hanya dapat menikah dengan pria Muslim.

Proses pernikahan dalam Islam terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama adalah lamaran, di mana calon suami mengajukan permohonan kepada calon istri untuk menikah. Kemudian, jika permohonan tersebut diterima, proses pernikahan dilanjutkan dengan upacara ijab kabul, di mana pihak calon suami mengucapkan janji nikah dan pihak calon istri menerima dengan mengucapkan kata “qabul”.

Setelah proses ijab kabul selesai, proses pernikahan dilanjutkan dengan akad nikah, di mana pernikahan diresmikan dengan menandatangani kontrak pernikahan atau akad nikah. Akad nikah ini dilakukan oleh seorang imam atau hakim di hadapan saksi-saksi yang sah.

Dalam Islam, suami dan istri memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjalani kehidupan pernikahan. Suami harus memberikan nafkah dan perlindungan kepada istri, sementara istri harus menaati suami dan membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.

Meskipun Islam memandang pernikahan sebagai institusi suci, namun dalam beberapa situasi perceraian dapat terjadi. Menurut ajaran Islam, perceraian dapat terjadi baik atas kesepakatan bersama antara suami dan istri maupun atas permintaan salah satu pihak.

Namun, sebelum melakukan perceraian, Islam mengajarkan bahwa suami dan istri harus melakukan upaya maksimal untuk memperbaiki hubungan mereka. Mereka harus mencoba untuk memperbaiki komunikasi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di antara mereka.

Islam mengizinkan suami untuk memiliki hingga empat istri, asalkan dia dapat memberikan nafkah dan perlindungan kepada semua istri dan anak-anak mereka. Namun, poligami dalam Islam tidak dianjurkan, dan seorang suami harus memperlakukan semua istri dan anak-anak mereka dengan adil.

Ada beberapa jenis hukum Islam yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Para ulama ushul fiqh mengelompokkannya ke dalam hukum taklifi.

Menurut buku Ushul Fiqh Kajian Hukum Islam yang ditulis Iwan Hermawan, SAg, MPdI, hukum taklifi adalah yang menjelaskan tuntutan atau perintah, larangan, dan pilihan (takhyir) untuk menjalankan sesuatu atau meninggalkannya. Hukum ini erat dengan pilihan dalam menjalankan aktivitas setiap hari.